Selasa, 26 April 2011

Perbedaan Psikologi sekolah dan Psikologi pendidikan

Psikologi sekolah adalah salah satu wilayah terapan psikologi. Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi. Yang bertujuan untuk membentuk mind set anak.  Psikolog sekolah biasanya bekerja sebagai penyedia layanan bimbingan dan konseling di sekolah yang mana bertujuan untuk menekankan peningkatan pekembangan dan penyesuaian diri sebagai sarana preventif. Idealnya psikolog sekolah menunjukkan kompetensi dalam berbagai ranah. Dlam kenyataan tidak semua konselor memiliki semua kompetensi, kompotensi tersebut seperti, managemen kelas, komunikasi dan konsultasi antar pribadi, keterampilan afektif, keterlibatan orang tua, struktur organisasi dan kelas, pengembangan dan perencanaan system, dll.
Disamping pengetahuan mengenai dasar dan sinamika kepribadian manusia dalam budayanya, serta proses proses yang terlibat dalam system pendidikan, berikut adalah beberapa tuntutan lain,
  •   Menguasai dasar-dasar serta falsafah bimbingan dan konseling
  •   Mahir dan trampil dalam pengumpulan datadan interpretasinya ( tes, wawancara, observasi,  penggunaan inventori, dsbg.)
  •    Memahami teori dan dapat mempraktekkan konseling individual maupun kelom
  •    Memahami teori perkembangan vokasional dan praktek atau penerapan bimbingan vokasional
  •    Mampu mempraktekkan etika profesi
  •    Mahir dalam statistic dan metode penelitian pendidikan 
  •    Kaya akan informasi mengenai system pendidikan
  •   Terampil menangani kasus karena telah terlatih melalui magang atau program profesi dengan supervisi.
Psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.  Orang yang meneliti masalah-masalah yang dialami siswa dalam pendidikan yang mencakup masalah kesulitan belajar serta masalah emosi dan social disebut psikolog pendidikan.
Psikolog pendidikan berperan antara lain:
  • ·         Psikologi pendidikan memberikan kontribusi penting dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh pendidik dalam merumuskan tujuan pembelajaran 
  • psikologi pendidikan memberikan kontribusi dengan cara membantu pendidik memperhatikan perilaku peserta didik sebelum pembelajaran dimulai, yakni menegnai kesiapannya untuk belajar dan cara-cara belajarnya.
  •  berbagai materi pembelajaran yang dipelajari oleh peserta didik mempersyaratkan adanya proses belajar yang berbeda maka disini psikolog pendidikan meneliti tentang penerapan perbedaan metode serta menemukan pemecahan proses belajar yang sesuai dengan individu
  • Strategi pembelajaran, psikolog pendidikan juga selalu menemukan hal baru dalam hal perkembanga zaman sehingga strategi yang diterapkan harus selalu diperbarui
  • Psikolog pendidikan membuat evaluasi pembelajaran, psikologi pendidikan memeberikan kontribusi tentang perumusan instrument evaluasi, pelaksanaan ujian, analisis hasil evaluasi, dan penafsiran hasil evaluasi.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan psikologi seolah dengan psikologi pendidikan adalah:
psikologi pendidikan adalah  cabang ilmu psikologi yang mempelajari penemuan dan cara-cara agar pendidikan lebih efektif dan efisien yang kemudian cara-cara tersebut penerapannya secara psikologis dalam pendidikan bisa di apikasikan dengan baik. Sedangkan psikologi sekolah adalah ilmu terapan dari psikologi pendidikan yang lebih mengkhususkan diri lagi hanya di dalam lingkungan sekolah, dalam proses pembelajaran dan pengajaran dan lebih secara detail memahami jiwa dan perilaku manusia di dalamnya.


Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi#Wilayah_terapan_psikologi
Sukadji, S. (2000). Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah. Depok : LPSP3 Fakultas Psikologi UI

Selasa, 19 April 2011

Pendidikan anak usia dini: Early primary school SD kelas awal

Bagaimana peran seorang konselor dalam memaksimalkan potensi anak pada masa sd kelas awal?

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pada masa sekolah dasar awal pendidikan dengan konsep belajar melalui bermain merupakan pendidikan yang harusnya diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal namun Kenyataannya di sini, anak usia 6-8 tahun yang tengah berada dalam masa peralihan dari prasekolah (TK) ke sekolah dasar (SD) sudah dituntut mengembangkan berbagai keterampilan dasar yang sifatnya akademis. Tak sedikit guru yang menyalahartikan bahwa siswa kelas 1 dan 2 sudah harus menguasai keterampilan membaca, menulis, dan berhitung (calistung).
Itulah mengapa pembelajaran di awal sekolah dasar sudah bersifat skolastik alias mengedepankan logika.akibatnya, anak jadi terpasung di meja belajar hanya untuk menyimak penjelasan guru mengenai materi pelajaran.kemudian, perolehan informasi lebih dititikberatkan pada hafalan dan bukannya mengetahui sesuatu berdasarkan pema- haman. Akibatnya, anak jadi kurang terlatih mengembangkan kemampuan menganalisa dan berpikir kreatif. Kalaupun kepada siswa SD kelas awal ingin diajarkan konsep berhitung, contohnya, pilihlah sarana pembelajaran melalui nyanyian atau cara lain yang mudah dipahami dan menyenangkan.
Namun, meski melalui cara yang menyenangkan, tujuan pendidikan anak usia prasekolah berbeda dari pendidikan anak usia sekolah dasar awal. Kalau pendidikan bagi anak usia prasekolah bertujuan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, maka konsep pendidikan di awal sekolah dasar bertujuan mengarahkan anak agar dapat mengikuti tahapan-tahapan pendidikan sesuai jenjangnya. Selain tentu saja untuk mengembangkan berbagai kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan guna mengoptimalkan kecerdasannya.
Beberapa cara konselor dalam mengoptimalkan potensin anak awal sekolah dasar adalah sbb:
1.    Memahami siswa sekolah dasar sebagai individu : keberhasilan bimbingan untuk mengemnbangkan potensi individu, tergantung pada pemahaman konselor terhadap siswa dan pemahaman siswa terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain konselor perlu memiliki:
1.      Pemahaman objektif atau eksternal seseorang
2.      Pemahaman fenomenologik, yaitu pemahaman perilaku seseorang dari segi pandangan orang tersebut terhadap dirinya sendiri

2.    Untuk anak-anak yang sulit membuka diri,konselor perlu terampil menggunakan berbagai teknik pengungkapan, misalnya bilamana dibutuhkan teknik permainan, ketrampilan membuat hubungan baru, menggunakan gaya perilaku lain dalam berhadapan dengan anak-anak

3.    Memahami konsep pendidikan anak usia dini, 
Baik guru maupun orang tua idealnya memiliki bekal pemahaman tentang pembelajaran anak usia dini yang mengutamakan konsep belajar melalui bermain. Termasuk seperti apa materi pembelajarannya dan bagaimana proses penyampaiannya dengan tidak mengabaikan karakteristik anak sebagai individu pembelajar yang unik.

4.    Kreatif   
Guru dan orang tua yang kreatif sangat berperan dalam proses pendidikan anak usia dini. Dari mereka dituntut kreativitas tinggi agar dengan berbagai cara menyenangkan dapat mengaktifkan seluruh siswa sekaligus memotivasi anak untuk terus belajar.

     hubungan konselor-siswa yang efektif adalah bila ditunjukkan adanya penghargaan terhadap diri dan ide mereka, percaya bahwa mereka dapat menyatakan diri, menggunakan bahasa tanpa merasa terhina, sabar dan pendengar sepenuhnya, dan sesedikit mungkin menilai dan menghakimi.

Daftar Pustaka:
1. Sukadji, S. (2000). Psikologi pendidikan dan psikologi      sekolah. Depok : LPSP3 Fakultas Psikologi UI 
2. http://ndul.student.umm.ac.id/2010/07/08/pendidikan-usia-dini- di-awal-sekolah-dasar/
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini

Rabu, 13 April 2011

INTELEGENSI: Multiple intelegency pada Kerangka pikiran Gardner

Dapatkah seseorang memiliki lebih dari satu intelegensi (multiple intelegency) yang terdapat dalam kerengka pikiran gardner?

Intelegensi : Keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari]. Minat terhadap intelejensi sering kali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian individual.
Walters dan Gardnes  sendiri mendefinisikan intelegensi sebagai serangkaian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah atau produk sebagai konsekuensi seksistensi suatu budaya tertentu.
Prof. Howard Gardner seorang ahli riset dari Amerika melontarkanpertanyaan apakah terpikir seorang jenius dalam bidang musik dites Iq nya? Dapatkah seorang Einstein menciptakan lagu seperti Mozart atau melukis seperti Rembrant? Dari inilah Gardner memperkenalkan dan mempromosikan hasil penelitian Project Zero di Amerika yang berkaitan dengan kecerdasan ganda bahwa tidak ada satuan kegiatan manusia yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang selama ini dianggap ada 7 kecerdasan dan dalam buku lain menjadi 10 kecerdasan
Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan oleh Gardner adalah:
  •  Manusia mempunyai kemampuan meningkatkan dan menajamkan kecerdasannya.  
  • Kecerdasan dapat berubah dan dapat pula diajarkan kepada orang lain 
  • Kecerdasan merupakan realitas majemuk yang muncul di bagian-bagian yang berbeda pada sistem otak atau pikiran manusia 
  • Pada tingkat tertentu, kecerdasan ini merupakan suatu kesatuan yang utuh..Artinya, dalam memecahkan masalah atau tugas tertentu, seluruh macam kecerdasan manusia bekerja bersama-sama, kompak dan terpadu. Kecerdasan yang kuat cenderung memimpin atau melatih kecerdasan lainnya yang lemah
  • manusia mempunyai berbagai cara untuk mendekati suatu masalah dan hampir semuanya dipelajari secara alami.
8 kerangka pikiran gardner :
1.       Keahlian verbal, kemampuan untuk berpikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan makna (penulis, wartawan, pembicara)
2.       Keahlian Matematika, kemampuan utnuk menyelesaikan operasi matematika (ilmuwan, insinyur, akuntan)
3.       Keahlian spatial, kemampuan untuk berpikir tiga dimensi
4.       Keahlian tubuh – Kinestetik, kemampian untuk memanipulasi objekdan cerdas dalam hal-hal fisik (ahli bedah, pengrajin, penari, atlet)
5.       Keahlian musik, sensitive terhadap nada, melodi irama, dan suara ( composer, musisi, dan pendengar yang sensitive
6.       Keahlian intrapersonal, kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupan dirinya secara efektif (teolog, psikolog)
7.       Keahlian interpersonal, Kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secaara efektif dengan orang lain (guru teladan, professionalkesehatan mental)
8.       Keahlian naturalis, kemampuan untuk mengamati pola-poola di alam dan memahami system alam dan system buatan manusia ( petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli tanah.

Melalui teori kecerdasan ganda (multiple intelligences) ia berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut pandang kecerdasan (inteligensi).
Kecerdasan ganda sebenarnya merupakan teori yang bersifat filosofi. Hal ini tampak pada pandangannya terhadap pendidikan/pembelajaran ditinjau dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih mengarah pada hakekat dari pendidikan itu sendiri, yaitu yang secara langsung berhubungan dengan eksistensi, kebenaran, dan pengetahuan. Gambarannya tentang pendidikan diwarnai oleh semangat Dewey yang mendasarkan diri pada pendidikan yang bersifat progresif (kemajuan).
Sebagian orang berfikirkeahlian music dan sbeberapa yang lain merupakan bakat, namun menurut Gardner memasukkan kategori-kategori tersebut ke dalam pengertian kecerdasan dan bukannya talenta atau bakat. Banyak orang mengatakan bahwa seseorang itu tidak cerdas tetapi memiliki bakat musik yang hebat, bagi Gardner hal itu tidak benar. Yang benar seseorang itu kurang pada kecerdasan logika, tetapi kecerdasan musikalnya sangat tinggi.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan ganda antara lain, dengan menyediakan hari-hari karier, studi tour, biografi, pembelajaran terprogram, eksperimen, majalah dinding, papan display, membaca buku-buku untuk mengembangkan kecerdasan ganda. Upaya memberdayakan siswa sendiri berupa self-monitoring dan konseling atau tutor sebaya akan sangat efektif untuk mengembangkan kecerdasan ganda.
Maka sebenarnya seseorang bisa mempunyai multiple intelegency maka sebaiknya kemampuan yang sudah dimiki dikembangkan dan dioptimalkan agar pihak pihak disekeliling anak yang mempunyai multiple intelegency memahami dan mengapresiasi keunikan anak tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Santrock, J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group  
      http://www.psb-psma.org/content/blog/3533-memanjakan-multiple-intelligency-siswa

Kamis, 07 April 2011

TIGA FENOMENA PENDIDIKAN SERTA PEMBAHASANNYA


Fenomena : Pendidikan pada kalangan petani di pelosok-pelosok desa.
Link jurnal : http://lppm.ut.ac.id/jp/32imam.htm
Masyarakat petani tradisonal, pada dasarnya mereka juga membutuhkan pendidikan dengan beberapa alasan. Sungguh tidaklah mungkin atau salah apabila masyarakat petani yang tinggal di pelosok-pelosok desa tidak memerlukan pendidikan.
Fenomena ini dapat ditinjau dari tiga aspek :

1.      Pendidikan Keluarga
Ditinjau dari pendidikan yang diterapkan di dalam keluarga, umumnya keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama anak. Cara mendidik dalam keluarga, mempengaruhi reaksi anak terhadap lingkungan. Tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh pada pola pikir dan orientasi pendidikan anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua akan melengkapi pola pikir dalam mendidik anaknya,dalam jurnal yang dibaca pendidikan pada masyarakat pelosok desa sudah diterima, hanya bentuk-bentuk penyesuaian seperti adaptasi, (adaptasi ekologis, peranan tradisi, dan perjuangan hidup) masih menjadi kendala maka anak pada masyarakat desa sebenarnya sudah menerima pendidikan bebasis keluarga desa yang membuka diri pada pendidikan namun masih terkendala masalah yang ada bada kebudayaan mereka atau masih pada pendidikan yang sesuai dengan konteks tradisi setempat. Pada masyarakat petani ini, pendidikan yang paling pertama diajarkan adalah bagaimana cara setiap anggota masyarakat secara keseluruhan harus memiliki jaminan penuh terhadap kesempatan berpartisipasi, berkontribusi, dan atau bekerjasama di setiap upaya pembangunan pendidikan.

2.      Pendidikan Bimbingan Sekolah
Secara umum masyarakat petani tradisional di kabupaten Pamekasan , mereka telah berhasil membangun pendidikan untuk anak-anak mereka. Seperti SD Inpres contohnya, dalam penelitian pada jurnal ini pembangunan SD Inpres tersebut sangatlah baik karena pembangunan gedung-gedung SD telah menjangkau seluruh pelosok pedesaan. Sehingga dewasa ini tidak ada satupun desa di kedua lokasi penelitian yang tidak memiliki SD. Pendidikan bimbingan sekolah yang diberikan oleh guru-guru di SD Pamekasan itu memiliki kaitan fungsional dengan kepentingan dan kebutuhan realistis masyarakat, dan atau kaitan organis dengan sistem sosial dan budaya masyarakat Pamekasan secara keseluruhan. Jadi guru-guru mengajarkan sesuai kemampuan mereka dan apa saja yang dibutuhkan murid-muridnya. Akan tetapi pembangunan pendidikan sekolah juga memiliki kendala, dimana secara eksternal sejumlah kendala yang muncul misalnya terutama karena masih lemah dan labilnya kepercayaan, kepedulian, partisipasi dan dukungan masyarakat sekitar sekolah. Dukungan dan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan masih labil. Antusiasme masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke SD pun masih sangat rendah atau setidak-tidaknya bersifat "setengah hati". Dalam kaitan ini, tidak ditemukan fakta bahwa rendahnya kepedulian, kepercayaan, dan partisipasi masyarakat setempat terhadap keberadaan SD, karena lebih berhasrat atau mempercayai lembaga pendidikan lain seperti madrasah atau pondok pesantren (pondhuk ). 

3.      Psikologi Pendidikan
Psikologi Pendidikan adalah cabang psikologi yang mengkhususkan diri pada pemahaman tentang proses belajar dan mengajar dalam lingkunagn pendidikan. Jadi menurut kami jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar di sekolah pada pedesaan Pamekasan ini, masih memiliki banyak kendala. Pembangunan pendidikan bagi masyarakat petani tradisional di pedesaan Kabupaten Pamekasan, di satu sisi, secara kuantitatif telah menunjukkan keberhasilannya di dalam ekspansinya yang menjangkau seluruh pelosok pedesaan hingga ke puncak-puncak gunung. Pertumbuhan jumlah gedung sekolah (SD), guru, sarana dan prasarana fisik (mebeler, buku pelajaran, dan peraga) semakin meningkat dibandingkan sebelum ada kebijakan Inpres sejak tahun 1970-an. Sekalipun belum mencapai kebutuhan rasional. Di sisi lain, secara kualitatif, sekalipun telah mengalami peningkatan, tetapi masih banyak kendala yang bisa merintangi ketercapaian visi dan misi pembangunan pendidikan baik bersumber dari faktor internal, juga eksternal. Kendala internal muncul dari para pelaku pendidikan itu sendiri, baik guru, kepala sekolah, pengawas, maupun Depdiknas kecamatan. Sedangkan kendala eksternal muncul terutama karena masih lemah dan labilnya kepercayaan, kepedulian, partisipasi dan dukungan masyarakat sekitar sekolah.Motivasi masyarakat pedesaan Pamekasan ini masih kurang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak mereka, dikarenakan mereka lebih mementingkan anak mereka untuk bekerja di sawah membantu orang tua dan lain-lain. Sehingga kendala ini sangat dapat mempengaruhi proses belajar mengajar.
 
Fenomena : Pendidikan Jarak Jauh.
Berdasarkan jurnal yang telah saya baca tentang fenomena “pendidikan jarak jauh “, fenomena seperti ini merupakan fenomena pendidikan  sistem PJJ yang terjadi antara siswa dan guru dalam situasi yang bersifat khusus yaitu keterpisahan mereka satu dari lainnya. Jarak transaksi dalam sistem pendidikan jarak jauh merupakan jarak komunikasi dan jarak psikologis antara siswa dan guru.

Maka, jika di hubungkan pada teori keluarga ulasannya adalah sebagai berikut:
Keluarga adalah wadah pendidikan yang sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan kemandirian anak , oleh karena itu pendidikan anak tidak dapat dipsahkan dari keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar menytakan diri sebagai makhluk social dan berinteraksi dengan kelompoknya. Orang tua ayah dan ibu merupakan orang yang bertanggung jawab pada seluruh keluarga, terutam atanggung jawab motivasi, motivasi terbesar anak-anak adalah orang tuanya maka pada pendidikan jarak jauh motivasi harus secara konsisten diberikan karena pada pembelajaran jarak jauh ini siswa dituntuk lebih mandiri mampu melakukan tugas tugas  belajar dengan baik mampu menemukan sendiri apa yang harus dilakukan dan memecahkan masalah di dalam belajar dan tidak bergantung orang pada lain. Maka keluarga berperan sebagai pemberi pola asuh yang baik, Pola asuh orang tua merupakan factor penting yang mempengaruhi kemandirian siswa dalam belajar, dari latar elakang keluarga yang berbeda akan membentuk pola asuh orang tua yang berbeda-beda dan diprediksikan dari pola asuh orang tua yang berbeda-beda itu mempengaruhi kemandirian siswa dalam belajar . dalm pendidikan jarak jauh awalnya orang tua harus lebih memperhatikan dan menbimbing agar kemudian anak tidak bingung dalam proses pembelajaran dan bisa belajar mandiri perlahan-lahan. 

Dihubungkan pada teori bimbingan blajar :
Dalam teori bimbingan belajar Pengajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing peserta didik di dalam kehidupan, yakni membimbing perkembangan diri yang sesuai dengan tugas perkembangan yang harus dilalui dan dijalankan oleh peserta didik. Guru dibutuhkan untuk membimbing, memberikan bekal sesuatu yang berguna.  Sebagai guru harus dapat memberikan sesuatu secara dikdaktis, dengan tugasnya  menciptakan situasi interaksi edukatif. Guru tidak cukup mengetahui bahan ilmu pengetahuan yang akan dijabarkan dan diajarkan kepada para peserta didik, tetapi juga harus mengetahui dasar filosofis dan didaktisnya, sehingga mampu memberikan motivasi di dalam proses interaksi dengan peserta.

Dihubungkan dengn teori psikologi pendidikan :
Dalam kasus ini terdapat 3 teori yakni teori Abraham maslow dimana pada pendidikan jarak jauh ini orang tua arus member motivasi pada anak maka disini anak membutuhkan love dan belongingness dari orang tua, lalu teori mc celland terakhir teori skinner dimana saat anak mendapat motivasi dan ditambah dengan reinforcement ositif seperti pujian maka anak akan lebih bertsemangat dan usaha untuk mandirinya lebih besar.

Fenomena : pembelajaran berbasis budaya
Pembelajaran berbasis budaya ini bukanlah sesuatu yang baru, namun dewasa ini sedang marak berkembang di banyak Negara (Pannen, 2004). Teori yang mendasari strategi ini bukan sama sekali teori baru, namun strategi ini dihadirkan untuk membawa nuansa baru dalam proses pembelajaran. Nuansa baru tersebut hadir bukan hanya pada jenjang operasional pembelajaran, namun juga pada perspektif budaya dan tradisi pembelajaran itu sendiri terutama berkenaan dengan interaksi antara guru dan siswa, serta perancangan pengalaman belajar untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Pembelajaran berbasis budaya membawa budaya lokal yang selama ini tidak selalu mendapat tempat dalam kurikulum sekolah, termasuk pada proses pembelajaran beragam matapelajaran di sekolah. Dalam pembelajaran berbasis budaya, lingkungan belajar akan berubah menjadi lingkungan yang menyenangkan bagi guru dan siswa, yang memungkinkan guru dan siswa berpartisipasi aktif berdasarkan budaya yang sudah mereka kenal, sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang optimal. Siswa merasa senang dan diakui keberadaan serta perbedaannya, karena pengetahuan dan pengalaman budaya yang sangat kaya yang mereka miliki dapat diakui dalam proses pembelajaran.

di hubungkan pada teori keluarga
Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan tradisi budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya dan adopsi tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui budaya tersebut sebelumnya. Pewarisan tradisi budaya dikenal sebagai proses enkulturasi (enculturation) sedangkan adopsi tradisi budaya dikenal sebagai proses akulturasi (aculturation). Ke dua proses tersebut berujung pada pembentukan budaya dalam suatu komunitas. Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam keluarga, komunitas budaya suatu suku, atau budaya suatu wilajah. Proses pembudayaan enkulturasi dilakukan oleh orang tua atau orang yang dianggap senior terhadap anak-anak, atau terhadap orang yang dianggap lebih muda. Tata krama, adat istiadat, keterampilan suatu suku/keluarga biasanya diturunkan kepada generasi berikutnya melalui proses enkulturasi.

Dihubungkan pada teori bimbingan blajar :
Pembelajaran berbasis budaya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya (Goldberg, 2000).
1. Belajar tentang budaya, menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Proses belajar tentang budaya sudah cukup kita kenal selama ini, misalnya matapelajaran kesenian dan kerajinan tangan, seni dan sastra, melukis, serta menggambar. Budaya dipelajari dalam satu matapelajaran khusus tentang budaya untuk budaya. Matapelajaran tersebut tidak diintegrasikan dengan matapelajaran yang lain dan tidak berhubungan satu sama lain. Di sekolah tertentu yang mampu menyediakan sumber belajar seperti alat musik dan peralatan drama dalam mempelajari budaya maka matapelajaran budaya di sekolah tersebut akan berkembang relatif lebih baik. Namun banyak sekolah yang tidak memiliki sumber belajar yang memadai sehingga matapelajaran tersebut menjadi matapelajaran hafalan dari buku atau dari cerita guru (yang belum tentu benar). Dengan kondisi seperti itu pada akhirnya, matapelajaran budaya menjadi tidak bermakna baik bagi siswa, guru, sekolah, maupun pengembang budaya dalam komunitas tempat sekolah berada. Inilah gambaran tentang ketidakberhasilan matapelajaran budaya yang sekarang ini ada. Selanjutnya, matapelajaran budaya dan pengetahuan tentang budaya tidak pernah memperoleh tempat yang proporsional baik dalam kurikulum maupun dalam pengembangan pengetahuan secara umum. Sementara matapelajaran lain seperti matematika, sain dan pengetahuan sosial, bahasa Indonesia dan lain-lain, dianggap penting sebagai suatu bukti kemajuan negara. Dengan demikian, matapelajaran budaya semakin tersisihkan.
2. Belajar dengan budaya.
Terjadi pada saat budaya diperkenalkan kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari suatu matapelajaran tertentu. Belajar dengan budaya meliputi pemanfaatan beragam bentuk perwujudan budaya. Dalam belajar dengan budaya, budaya dan perwujudannya menjadi media pembelajaran dalam proses belajar menjadi konteks dari contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu matapelajaran, menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu matapelajaran. Misalnya dalam matapelajaran matematika, untuk memperkenalkan bentuk bilangan (bilangan positif, bilangan negatif) dalam satu garis bilangan, digunakan garis bilangan yang menggunakan Cepot (tokoh jenaka dalam wayang Sunda). Cepot akan memandu siswa berinteraksi dengan garis bilangan dan operasi bilangan.
3. Belajar melalui budaya,
Merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu matapelajaran melalui ragam perwujudan budaya. Belajar melalui budaya merupakan salah satu bentuk multiple representation of learning assesment atau bentuk penilaian pemahaman dalam beragam bentuk. Misalnya, siswa tidak perlu mengerjakan tes untuk menjelaskan tentang proses fotosintetis tetapi siswa dapat membuat poster, membuat lukisan, lagu, ataupun puisi yang melukiskan proses fotosintesis. Dengan menganalisa produk budaya yang diwujudkan siswa, guru dapat menilai sejauh mana siswa memperoleh pemahaman dalam topik proses fotosintesis dan bagaimana siswa menjiwai topik tersebut. Belajar melalui budaya memungkinkan siswa untuk memperhatikan kedalaman pemikirannya, penjiwaannya terhadap konsep atau prinsip yang dipelajari dalam suatu matapelajaran, serta imaginasi kreatifnya dalam mengekspresikan pemahamannya. Belajar melalui budaya dapat dilakukan di sekolah dasar, sekolah menengah, ataupun perguruan tinggi dalam matapelajaran apapun.

Dihubungkan dengn teori psikologi pendidikan :
Sebagaimana diketahui, pendidikan menyebabkan terjadinya beragam perubahan dalam bidang sosial budaya, ekonomi, politik, dan agama. Namun, pada saat bersamaan, pendidikan juga merupakan alat untuk konservasi budaya – transmisi, adopsi, dan pelestarian budaya. Mengingat besarnya peran pendidikan dalam proses akulturasi maka pendidikan menjadi sarana utama pengenalan beragam budaya baru yang kemudian akan diadopsi oleh sekelompok siswa dan kemudian dikembangkan serta dilestarikan. Budaya baru tersebut sangat beragam, mulai dari budaya yang dibawa oleh masing-masing peserta didik dan masing-masing bidang ilmu yang berasal bukan dari budaya setempat, budaya dari guru yang mengajar, budaya sekolah, dan lain-lain.

Referensi :
Santrock., J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group